Rabu, April 09, 2008

Istri Shalihah, Keutamaan dan Sifat-Sifatnya

Istri Shalihah, Keutamaan dan Sifat-SifatnyaApa yang sering diangankan oleh kebanyakan laki-laki tentang wanita yang bakal menjadi pendamping hidupnya? Cantik, kaya, punya kedudukan, karir bagus, dan baik pada suami. Inilah keinginan yang banyak muncul. Sebuah keinginan yang lebih tepat disebut angan-angan, karena jarang ada wanita yang memiliki sifat demikian. Kebanyakan laki-laki lebih memperhatikan penampilan dzahir, sementara unsur akhlak dari wanita tersebut kurang diperhatikan. Padahal akhlak dari pasangan hidupnya itulah yang akan banyak berpengaruh terhadap kebahagiaan rumah tangganya.

Seorang muslim yang shalih, ketika membangun mahligai rumah tangga maka yang menjadi dambaan dan cita-citanya adalah agar kehidupan rumah tangganya kelak berjalan dengan baik, dipenuhi mawaddah wa rahmah, sarat dengan kebahagiaan, adanya saling ta‘awun (tolong menolong), saling memahami dan saling mengerti. Dia juga mendamba memiliki istri yang pandai memposisikan diri untuk menjadi naungan ketenangan bagi suami dan tempat beristirahat dari ruwetnya kehidupan di luar. Ia berharap dari rumah tangga itu kelak akan lahir anak turunannya yang shalih yang menjadi qurratu a‘yun (penyejuk mata) baginya. Demikian harapan demi harapan dirajutnya sambil meminta kepada Ar-Rabbul A‘la (Allah Yang Maha Tinggi) agar dimudahkan segala urusannya.

Namun tentunya apa yang menjadi dambaan seorang muslim ini tidak akan terwujud dengan baik terkecuali bila wanita yang dipilihnya untuk menemani hidupnya adalah wanita shalihah. Karena hanya wanita shalihah yang dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya dalam suka maupun lara, yang akan membantu dan mendorong suaminya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya dalam diri wanita shalihah tertanam aqidah tauhid, akhlak yang mulia dan budi pekerti yang luhur. Dia akan berupaya ta‘awun dengan suaminya untuk menjadikan rumah tangganya bangunan yang kuat lagi kokoh guna menyiapkan generasi Islam yang diridhai Ar-Rahman.

Sebaliknya, bila yang dipilih sebagai pendamping hidup adalah wanita yang tidak terdidik dalam agama1 dan tidak berpegang dengan agama, maka dia akan menjadi duri dalam daging dan musuh dalam selimut bagi sang suami. Akibatnya rumah tangga selalu sarat dengan keruwetan, keributan, dan perselisihan.Istri seperti inilah yang sering dikeluhkan oleh para suami, sampai-sampai ada di antara mereka yang berkata:

“Aku telah berbuat baik kepadanya dan memenuhi semua haknya namun ia selalu menyakitiku.”

Duhai kiranya wanita itu tahu betapa besar hak suaminya, duhai kiranya dia tahu akibat yang akan diperoleh dengan menyakiti dan melukai hati suaminya… Namun dari mana pengetahuan dan kesadaran itu akan didapatkan bila dia jauh dari pengajaran dan bimbingan agamanya yang haq? Wallahu Al-Musta‘an.

Keutamaan Wanita Shalihah

Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu:“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya3, bila diperintah4 akan mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417.

Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”) Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah:Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya. Engkau dapat bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara/mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula bersabda:Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282)

Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?”Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no. 1505)

Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)

Empat hal tersebut merupakan faktor penyebab dipersuntingnya seorang wanita dan ini merupakan pengabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia, bukan suatu perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara tersebut, demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah. Namun dzahir hadits ini menunjukkan boleh menikahi wanita karena salah satu dari empat perkara tersebut, akan tetapi memilih wanita karena agamanya lebih utama. (Fathul Bari, 9/164)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: maknanya: yang sepatutnya bagi seorang yang beragama dan memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama bersamanya (istri). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki agama di mana hal ini merupakan puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/bersahabat dengan orang yang memiliki agama dalam segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat dari akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka, baiknya jalan mereka, dan aman dari mendapatkan kerusakan mereka. (Syarah Shahih Muslim, 10/52)

Sifat-sifat Istri Shalihah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata: Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: Wanita shalihah adalah yang taat, yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian,), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Jika sampai Nabi menceraikan kalian,7 mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis. (At-Tahrim: 5)

  1. Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), tunduk kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya.
  2. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala)
  3. Qanitat: wanita-wanita yang taat
  4. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka.
  5. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma).
  6. Saihat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan: Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)

Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai berikut:

  1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
  2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya.Membenarkan segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.
  4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah, dan lainnya.
  5. Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan melaksanakan hak-hak suami sebaik-baiknya.
  6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar. Demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.

Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:

  1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.(HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
  2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
  3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya? Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab.Aku (Asma) pun menjawab: Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya. (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)
  4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
  5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
  6. Mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur. Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda: Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)
  7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)

Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi wanita yang shalihah, amin.

  1. Atau ia belajar agama namun tidak mengamalkannya
  2. Tempat untuk bersenang-senang (Syarah Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah, 6/69)
  3. Karena keindahan dan kecantikannya secara dzahir atau karena bagusnya akhlaknya secara batin atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ta‘liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
  4. Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
  5. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
  6. Bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq.
  7. Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan menceraikan istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai Nabi menceraikan mereka, Dia akan menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih baik daripada mereka dalam rangka menakuti-nakuti mereka.

Ini merupakan pengabaran tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri Nabi ?, bukan berarti ada orang yang lebih baik daripada shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126) dan bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan mereka adalah sebaik-baik wanita.

Al-Qurthubi rahimahullah berkata: Permasalahan ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri dalam ayat ini merupakan janji dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seandainya beliau menceraikan mereka di dunia Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-wanita yang lebih baik daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)

Siksa Bagi Kaum Wanita

AMIRUL Mukminin Ali bin Abi Thalib menuturkan sebagai berikut. Suatu hari, aku dan penghulu kaum wanita semesta alam, Sayyidah Fathimah al-Zahra datang menemui kekasih Allah, yaitu Rasulullah saw. Aku melihat pribadi agung itu menangis tersedu-sedu. Aku bertanya kepada beliau, “Ayah dan Ibuku menjadi penebusmu, wahai Rasulullah! Apa yang terjadi?! Apa yang membuatmu menangis?”

Beliau bersabda, “Wahai Ali, ketika naik ke langit pada malam Mikraj, aku menyaksikan kaum wanita dari umatku mengalami siksa pedih. Disebabkan siksa pedih itulah aku menangis dan meratap.”

Sayyidah Fatimah al-Zahra bertanya, “Apa yang ayah saksikan sehingga menimbulkan pengaruh seperti ini?!

Sang pembawa rahmat bagi alam semesta Rasulullah saw bersabda:

  1. Aku melihat seorang wanita digantung dengan rambutnya, sementara otaknya mendidih.
  2. Aku menyaksikan seorang wanita digantung dengan lidahnya dan air mendidih neraka jahanam dituangkan ke dalam mulutnya.
  3. Aku melihat seorang wanita yang di gantung dengan kedua payudaranya.
  4. Aku melihat seorang wanita yang tangan dan kakinya terikat, lalu dikerubuti oleh ular-ular dan kalajengking.
  5. Aku melihat seorang wanita yang menyayat daging tubuhnya sendiri, kemudian di paksa untuk memakannya, dan api menyembur dari lidahnya.
  6. Aku menyaksikanseorang wanita yang tuli, buta, dan bisu; ditempatkan dalam peti api neraka dan otaknya keluar dari kepala, serta sekujur tubuhnya terjangkiti kusta dan lepra.
  7. Aku melihat seorang wanit di gantung dengan ke dua kakiny di atas api menyala.
  8. Aku menyaksikan seorang wanita yang bagian depan dan belakang tubuhnya di potong-potong dengan gunting terbuat dari api neraka.
  9. Aku melihat seorang wanita yang tangan dan kakinya terbakar, sementara dia memakan ususnya.
  10. Aku menyaksikan seorang wanita yang kepalanya seperti kepala babi dan tubuhnya seperti tubuh keledai, serta di siksa dengan berbagai jenis siksaan.
  11. Aku melihat seorang wanita berwajah anjing dan api keluar dari bagian belakang tubuhnya, dan para malaikat menusuk kepala dan tubuhnya dengan besi terbuat dari api neraka. Sayyidah Fthimah al-Zahra berkata, “Wahai kekasih dan cahaya mataku! Wahai ayah tercinta, jelaskan padaku tentang apa yang telah dilakukan para wanita ini? Apa yang menyebabkan mereka menderita siksaan seperti itu dan apa jalan hidup mereka sehingga Allah yang Mahatinggi menyiksa mereka dengan siksa pedih?”

Sang pemimpin Islam, Nabi Muhammad saw bersabda:

  1. Adapun wanita yang digantung dengan rambutnya adalah wanita yang tidak menutup rambutnya dari pandangan pria bukan muhrim.
  2. Wanita digantung dengan lidahnya dan air mendidih neraka jahanam dituangkan ke dalam mulutnya adalah seorang istri yang menyakiti suaminya dengan lisan(ucapan)nya
  3. Wanita yang digantung dengan kedua payudaranya adalah seorang istri yang menolak tidur seranjang dengan suaminya.
  4. Wanita yang tangan dan kakinya terikat, lalu dikerubuti ular-ular dan kalajengking adalah seorang istri yang keluar rumah tanpa izin suaminya.
  5. Wanita yang menyayat daging tubuhnya, kemudian dipaksa untuk memakannya, dan api menyembur dari lidahnya adalah wanita yang menampakkan perhiasan dan memamerkan keindahan tubuhnya di hadapan pria asing.
  6. Wanita yang tuli, buta, danbisu; ditempatkan dalam peti api neraka dan otaknya keluar dari kepala, sertasekujur tubuhnya terjangkiti kusta dan lepra adalah seorang istri yang melahirkan anak dari hasil perbuatan zina dan mengkhianati suaminya (selingkuh-penerj.).
  7. Wanita yang digantung dengan kedua kakinya di atas api menyala-nyala adalah wanita yang tidak menjaga kesuciaan dan kebersihan. Di saat janabah dan bersih dari menstruasi tidak mandi wajib, serta enggan mengerjakan shalat.
  8. Wanita yang bagian depan dan belakang tubuhnya dipotong-potong dengan gunting terbuat dari api neraka adalah wanita yang menawarkan dirinya kepada para pria dengan cara yang bertentangan dengan syariat (pelacur-penerj.)
  9. Wanita yang tangan dan kakinya terbakar, sementara dia memakan ususnya sendiri adalah wanita yang menjadi mucikari.
  10. Wanita yang kepalanya seperti kepala babi dan tubuhnya seperti tubuh keledai, serta disiksa dengan berbagai jenis siksaan adalah wanita yang gemar mengadu-domba dan berkata dusta.
  11. Adapun wanita berwajah anjing dan api keluar dari bagian belakang tubuhnya, dan malaikat menusuk kepala dan tubuhnya dengan besi terbuat dari api neraka adalah wanita penyanyi (yaitu wanita yang membangkitkan birahi kaum pria dengan kelembutan suaranya).”

(EDS, Bogor, 5 Dhulhijjah 1428 H)

Peranan & Hak Istri Dalam Rumah Tangga (Bagian – 3 Tamat)

Oleh : Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Dalam kehidupan berumahtangga, seorang Muslim harus mengetahui dan memahami apa saja Hak Isteri Atas Suami.
Syari'at mewajibkan kepada suami untuk memenuhi kebutuhan isterinya yang berupa kebutuhan material seperti nafkah, pakaian, tempat tinggal, pengobatan dan sebagainya, sesuai dengan kondisi masing- masing, atau seperti yang dikatakan oleh Al Qur'an "bil ma'ruf" (menurut cara yang ma'ruf/patut)
Namun, Syari'at tidak pernah melupakan akan kebutuhan-kebutuhan spiritual yang manusia tidaklah bernama manusia kecuali dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut, sebagaimana kata seorang pujangga kuno: "Maka karena jiwamu itulah engkau sebagai manusia, bukan cuma dengan badanmu."
Bahkan Al Qur'an menyebut perkawinan ini sebagai salah satu ayat diantara ayat-ayat Allah di alam semesta dan salah satu nikmat yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Firman-Nya:
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar Rum: 21)
Ayat ini menjadikan sasaran atau tujuan hidup bersuami isteri ialah ketenteraman hati, cinta, dan kasih sayang antara keduanya, yang semua ini merupakan aspek kejiwaan, bukan material. Tidak ada artinya kehidupan bersuami isteri yang sunyi dari aspek-aspek maknawi ini, sehingga badan berdekatan tetapi ruh berjauhan.
Dalam hal ini banyak suami yang keliru - padahal diri mereka sebenarnya baik - ketika mereka mengira bahwa kewajiban mereka terhadap isteri mereka ialah memberi nafkah, pakaian, dan tempat tinggal, tidak ada yang lain lagi. Dia melupakan bahwa wanita (isteri) itu bukan hanya membutuhkan makan, minum, pakaian, dan lain-lain kebutuhan material, tetapi juga membutuhkan perkataan yang baik, wajah yang ceria, senyum yang manis, sentuhan yang lembut, ciuman yang mesra, pergaulan yang penuh kasih sayang, dan belaian yang lembut yang menyenangkan hati dan menghilangkan kegundahan.
Imam Ghazali mengemukakan sejumlah hak suami isteri dan adab pergaulan diantara mereka yang kehidupan berkeluarga tidak akan dapat harmonis tanpa semua itu. Diantara adab-adab yang dituntunkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah itu ialah berakhlak yang baik terhadapnya dan sabar dalam menghadapi godaannya. Allah berfirman:
  • "... Dan gaulilah mereka (isteri-isterimu) dengan cara yang ma'ruf (patut) ..., An Nisa': 19)
  • "... Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat." (An Nisa': 21 )
  • "... Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu ...." (An Nisa: 36)
Ada yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan "teman sejawat" dalam ayat di atas ialah isteri.
Imam Ghazali berkata, "Ketahuilah bahwa berakhlak baik kepada mereka (isteri) bukan cuma tidak menyakiti mereka, tetapi juga sabar menerima keluhan mereka, dan penyantun ketika mereka sedang emosi serta marah, sebagaimana diteladankan Rasulullah saw. Isteri-isteri beliau itu sering meminta beliau untuk mengulang-ulangi perkataan, bahkan pernah ada pula salah seorang dari mereka menghindari beliau sehari semalam.
Beliau pernah berkata kepada Aisyah, "Sungguh, aku tahu kalau engkau marah dan kalau engkau rela." Aisyah bertanya, "Bagaimana engkau tahu?" Beliau menjawab, "Kalau engkau rela, engkau berkata, 'Tidak, demi Tuhan Muhammad,' dan bila engkau marah, engkau berkata, 'Tidak, demi Tuhan Ibrahim.' Aisyah menjawab, "Betul, (kalau aku marah) aku hanya menghindari menyebut namamu."
Dari adab yang dikemukakan Imam Ghazali itu dapat ditambahkan bahwa disamping bersabar menerima atau menghadapi kesulitan isteri, juga bercumbu, bergurau, dan bermain-main dengan mereka, karena yang demikian itu dapat menyenangkan hati wanita. Rasulullah saw. biasa bergurau dengan isteri-isteri beliau dan menyesuaikan diri dengan pikiran mereka dalam bertindak dan berakhlak, sehingga diriwayatkan bahwa beliau ernah melakukan perlombaan lari cepat dengan Aisyah.
Umar r.a. - yang dikenal berwatak keras itu - pernah berkata, "Seyogyanya sikap suami terhadap isterinya seperti anak kecil, tetapi apabila mencari apa yang ada disisinya (keadaan yang sebenarnya) maka dia adalah seorang laki-laki."
Dalam menafsirkan hadits: "Sesungguhnya Allah membenci alja'zhari al-jawwazh," dikatakan bahwa yang dimaksud ialah orang yang bersikap keras terhadap isteri (keluarganya) dan sombong pada dirinya. Dan ini merupakan salah satu makna firman Allah: 'utul. Ada yang mengatakan bahwa lafal 'utul berarti orang yang kasar mulutnya dan keras hatinya terhadap keluarganya.
Keteladanan tertinggi bagi semua itu ialah Rasulullah saw. Meski bagaimanapun besarnya perhatian dan banyaknya kesibukan beliau dalam mengembangkan dakwah dan menegakkan agama, memelihara jama'ah, menegakkan tiang daulah dari dalam dan memeliharanya dari serangan musuh yang senantiasa mengintainya dari luar, beliau tetap sangat memperhatikan para isterinya. Beliau adalah manusia yang senantiasa sibuk berhubungan dengan Tuhannya seperti berpuasa, shalat, membaca Al-Qur'an, dan berzikir, sehingga kedua kaki beliau bengkak karena lamanya berdiri ketika melakukan shalat lail, dan menangis sehingga air matanya membasahi jenggotnya.
Namun, sesibuk apa pun beliau tidak pernah melupakan hak-hak isteri-isteri beliau yang harus beliau penuhi. Jadi, aspek-aspek Rabbani tidaklah melupakan beliau terhadap aspek insani dalam melayani mereka dengan memberikan makanan ruhani dan perasaan mereka yang tidak dapat terpenuhi dengan makanan yang mengenyangkan perut dan pakaian penutup tubuh.
Dalam menjelaskan sikap Rasulullah dan petunjuk beliau dalam mempergauli isteri, Imam Ibnu Qayyim berkata: "Sikap Rasulullah saw. terhadap isteri-isterinya ialah bergaul dan berakhlak baik kepada mereka. Beliau pernah menyuruh gadis-gadis Anshar menemani Aisyah bermain. Apabila isterinya (Aisyah) menginginkan sesuatu yang tidak terlarang menurut agama, beliau menurutinya. Bila Aisyah minum dari suatu bejana, maka beliau ambil bejana itu dan beliau minum daripadanya pula dan beliau letakkan mulut beliau di tempat mulut Aisyah tadi (bergantian minum pada satu bejana/tempat), dan beliau juga biasa makan kikil bergantian dengan Aisyah."
Beliau biasa bersandar di pangkuan Aisyah, beliau membaca Al Qur'an sedang kepala beliau berada di pangkuannya. Bahkan pernah ketika Aisyah sedang haidh, beliau menyuruhnya memakai sarung, lalu beliau memeluknya. Bahkan, pernah juga menciumnya, padahal beliau sedang berpuasa.
Diantara kelemah-lembutan dan akhlak baik beliau lagi ialah beliau memperkenankannya untuk bermain dan mempertunjukkan kepadanya permainan orang-orang Habsyi ketika mereka sedang bermain di masjid, dia (Aisyah) menyandarkan kepalanya ke pundak beliau untuk melihat permainan orang-orang Habsyi itu. Beliau juga pernah berlomba lari dengan Aisyah dua kali, dan keluar dari rumah bersama-sama.
Sabda Nabi saw: "Sebaik-baik kamu ialah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku." Apabila selesai melaksanakan shalat ashar, Nabi senantiasa mengelilingi (mengunjungi) isteri-isterinya dan beliau tanyakan keadaan mereka, dan bila malam tiba beliau pergi ke rumah isteri beliau yang pada waktu itu tiba giliran beliau untuk bermalam. Aisyah berkata, "Rasulullah saw. tidak melebihkan sebagian kami terhadap sebagian yang lain dalam pembagian giliran. Dan setiap hari beliau mengunjungi kami semuanya, yaitu mendekati tiap-tiap isteri beliau tanpa menyentuhnya, hingga sampai kepada isteri yang menjadi giliran beliau, lalu beliau bermalam di situ." {Sumber : Zadul Ma'ad 1:78-79, terbitan Sunnah Muhammadiyyah )
Kalau kita renungkan apa yang telah kita kutip disini mengenai petunjuk Nabi saw. tentang pergaulan beliau dengan isteri-isteri beliau, kita dapati bahwa beliau sangat memperhatikan mereka, menanyakan keadaan mereka, dan mendekati mereka. Tetapi beliau mengkhususkan Aisyah dengan perhatian lebih, namun ini bukan berarti beliau bersikap pilih kasih, tetapi karena untuk menjaga kejiwaan Aisyah yang beliau nikahi ketika masih perawan dan karena usianya yang masih muda.
Beliau mengawini Aisyah ketika masih gadis kecil yang belum mengenal seorang laki-laki pun selain beliau. Kebutuhan wanita muda seperti ini terhadap laki-laki lebih besar dibandingkan dengan wanita janda yang lebih tua dan telah berpengalaman. Yang kami maksudkan dengan kebutuhan disini bukan sekadar nafkah, pakaian, dan hubungan biologis saja, bahkan kebutuhan psikologis dan spiritualnya lebih penting dan lebih dalam daripada semua itu. Karena itu, tidaklah mengherankan jika kita lihat Nabi saw. selalu ingat aspek tersebut dan senantiasa memberikan haknya serta tidak pernah melupakannya meskipun tugas yang diembannya besar, seperti mengatur strategi dakwah, membangun umat, dan menegakkan daulah. "Sungguh pada diri Rasulullah itu terdapat teladan yang bagus bagi kamu."
Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya.

Peranan & Hak Istri Dalam Rumah Tangga (Bagian-2)

Oleh : Dr. M. Quraish Shihab, M.A.

Sebagai seorang Muslim dan Muslimah, dalam membina kehidupan berumahtangga kita tidak boleh bersikap malu dalam memahami ilmu agama, untuk menanyakan mengenai hubungan seksual antara suami-istri yang berdasarkan agama, yaitu jika si istri menolak ajakan suaminya dengan alasan yang dianggap tidak tepat atau tidak berdasar. Apakah ada penetapan dan batas-batas tertentu mengenai hal ini, serta apakah ada petunjuk-petunjuk yang berdasarkan syariat Islam untuk mengatur hubungan kedua pasangan, terutama dalam masalah seksual tersebut?
Aisyah r.a. telah memuji wanita Anshar, bahwa mereka tidak dihalangi sifat malu untuk menanyakan ilmu agama. Walaupun dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan haid, nifas, janabat, dan lain-lainnya, di hadapan umum ketika di masjid, yang biasanya dihadiri oleh orang banyak dan di saat para ulama mengajarkan masalah-masalah wudhu, najasah (macam-macam najis), mandi janabat, dan sebagainya.
Hal serupa juga terjadi di tempat-tempat pengajian Al-Qur'an dan hadis yang ada hubungannya dengan masalah tersebut, yang bagi para ulama tidak ada jalan lain, kecuali dengan cara menerangkan secara jelas mengenai hukum-hukum Allah dan Sunnah Nabi saw. dengan cara yang tidak mengurangi kehormatan agama, kehebatan masjid dan kewibawaan para ulama.
Hal itu sesuai dengan apa yang dihimbau oleh ahli-ahli pendidikan pada saat ini. Yakni, masalah hubungan ini, agar diungkapkan secara jelas kepada para pelajar, tanpa ditutupi atau dibesar-besarkan, agar dapat dipahami oleh mereka.
Sebenarnya, masalah hubungan antara suami-istri itu pengaruhnya amat besar bagi kehidupan mereka, maka hendaknya memperhatikan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan dan kerusakan terhadap kelangsungan hubungan suami-istri. Kesalahan yang bertumpuk dapat mengakibatkan kehancuran bagi kehidupan keluarganya.
Agama Islam dengan nyata tidak mengabaikan segi-segi dari kehidupan manusia dan kehidupan berkeluarga, yang telah diterangkan tentang perintah dan larangannya. Semua telah tercantum dalam ajaran-ajaran Islam, misalnya mengenai akhlak, tabiat, suluk, dan sebagainya. Tidak ada satu hal pun yang diabaikan (dilalaikan).
  1. Islam telah menetapkan pengakuan bagi fitrah manusia dan dorongannya akan seksual, serta ditentangnya tindakan ekstrim yang condong menganggap hal itu kotor. Oleh karena itu, Islam melarang bagi orang yang hendak menghilangkan dan memfungsikannya dengan cara menentang orang yang berkehendak untuk selamanya menjadi bujang dan meninggalkan sunnah Nabi saw, yaitu menikah. Nabi saw. telah menyatakan sebagai berikut:"Aku lebih mengenal Allah daripada kamu dan aku lebih khusyu, kepada Allah daripada kamu, tetapi aku bangun malam, tidur, berpuasa, tidak berpuasa dan menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak senang (mengakui) sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku."
  2. Islam telah menerangkan atas hal-hal kedua pasangan setelah pernikahan, mengenai hubungannya dengan cara menerima dorongan akan masalah-masalah seksual, bahkan mengerjakannya dianggap suatu ibadat. Sebagaimana keteranganNabi saw.: "Di kemaluan kamu ada sedekah (pahala)." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ketika kami bersetubuh dengan istri akan mendapat pahala?" Rasulullah saw. menjawab, "Ya. Andaikata bersetubuh pada tempat yang dilarang (diharamkan) itu berdosa. Begitu juga dilakuknn pada tempat yang halal, pasti mendapat pahala. Kamu hanya menghitung hal-hal yang buruk saja, akan tetapi tidak menghitung hal-hal yang baik."

Berdasarkan tabiat dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya wanita itu bersikap pemalu dan dapat menahan diri.

Karenanya diharuskan bagi wanita menerima dan menaati panggilan suami. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis: "Jika si istri dipanggil oleh suaminya karena perlu, maka supaya segera datang, walaupun dia sedang masak." (H.r. Tirmidzi, dan dikatakan hadis Hasan). Dianjurkan oleh Nabi saw. supaya si istri jangan sampai menolak kehendak suaminya tanpa alasan, yang dapat menimbulkan kemarahan atau menyebabkannya menyimpang ke jalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan tegang.

Nabi saw. telah bersabda: "Jika suami mengajak tidur si istri lalu dia menolak, kemudian suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat dia sampai pagi." (H.r. Muttafaq Alaih).

Keadaan yang demikian itu jika dilakukan tanpa uzur dan alasan yang masuk akal, misalnya sakit, letih, berhalangan, atau hal-hal yang layak. Bagi suami, supaya menjaga hal itu, menerima alasan tersebut, dan sadar bahwa Allah swt. Adalah Tuhan bagi hamba-hambaNya Yang Maha Pemberi Rezeki dan Hidayat, dengan menerima uzur hambaNya. Dan hendaknya hambaNya juga menerima uzur tersebut.

Selanjutnya, Islam telah melarang bagi seorang istri yang berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya, karena baginya lebih diutamakan untuk memelihara haknya daripada mendapat pahala puasa. Nabi saw. bersabda: "Dilarang bagi si istri (puasa sunnah) sedangkan suaminya ada, kecuali dengan izinnya." (H.r. Muttafaq Alaih).

Disamping dipeliharanya hak kaum laki-laki (suami) dalam Islam, tidak lupa hak wanita (istri) juga harus dipelihara dalam segala hal. Nabi saw. menyatakan kepada laki-laki (suami) yang terus-menerus puasa dan bangun malam.

Beliau bersabda: "Sesungguhnya bagi jasadmu ada hak dan hagi keluargamu (istrimu) ada hak."

Abu Hamid Al-Ghazali, ahli fiqih dan tasawuf? dalam kitab Ihya' mengenai adab bersetubuh, beliau berkata:"Disunnahkan memulainya dengan membaca Bismillahirrahmaanir-rahiim dan berdoa, sebagaimana Nabi saw. mengatakan: Ya Allah,jauhkanlah aku dan setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau berikan kepadaku'." Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya,"Jika mendapat anak, maka tidak akan diganggu oleh setan."

Al-Ghazali berkata, "Dalam suasana ini (akan bersetubuh) hendaknya didahului dengan kata-kata manis, bermesra-mesraan dan sebagainya; dan menutup diri mereka dengan selimut, jangan telanjang menyerupai binatang. Sang suami harus memelihara suasana dan menyesuaikan diri, sehingga kedua pasangan sama-sama dapat menikmati dan merasa puas."Berkata Al-Imam Abu Abdullah Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma'aad Fie Haadii Khainrul 'Ibaad, mengenai sunnah Nabi saw. Dan keterangannya dalam cara bersetubuh. Selanjutnya Ibnul Qayyim berkata:

Tujuan utama dari jimak (bersetubuh) itu ialah:

  1. Dipeliharanya nasab (keturunan), sehingga mencapai jumlah yang ditetapkan menurut takdir Allah.
  2. Mengeluarkan air yang dapat mengganggu kesehatan badan jika ditahan terus.
  3. Mencapai maksud dan merasakan kenikmatan, sebagaimana kelak di surga.

Ditambah lagi mengenai manfaatnya, yaitu: Menundukkan pandangan, menahan nafsu, menguatkan jiwa dan agar tidak berbuat serong bagi kedua pasangan.

Nabi saw. telah menyatakan: "Yang aku cintai di antara duniamu adalah wanita dan wewangian."

Selanjutnya Nabi saw. bersabda: "Wahai para pemuda! Barangsiapa yang mampu melaksanakan pernikahan, maka hendaknya menikah. Sesungguhnya hal itu menundukkan penglihatan dan memelihara kemaluan."

Kemudian Ibnul Qayyim berkata, "Sebaiknya sebelum bersetubuh hendaknya diajak bersenda-gurau dan menciumnya, sebagaimana Rasulullah saw. melakukannya."

Ini semua menunjukkan bahwa para ulama dalam usaha mencari jalan baik tidak bersifat konservatif, bahkan tidak kalah kemajuannya daripada penemuan-penemuan atau pendapat masa kini. Yang dapat disimpulkan di sini adalah bahwa sesungguhnya Islam telah mengenal hubungan seksual diantara kedua pasangan, suami istri, yang telah diterangkan dalam Al-Qur'anul Karim pada Surat Al-Baqarah, yang ada hubungannya dengan peraturan keluarga.

Firman Allah swt.:

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa, bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu, Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah kamu, hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya ..." (Q.s. Al-Baqarah: 187).

Tidak ada kata yang lebih indah, serta lebih benar, mengenai hubungan antara suami-istri, kecuali yang telah disebutkan, yaitu:

"Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka." (Q.s. Al-Baqarah 187). Pada ayat lain juga diterangkan, yaitu:

"Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu dengan cara bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan takwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemuiNya. Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman." (Q.s.Al-Baqarah: 222-223).

Maka, semua hadis yang menafsirkan bahwa dijauhinya yang disebut pada ayat di atas, hanya masalah persetubuhan saja. Selain itu, apa saja yang dapat dilakukan, tidak dilarang. Pada ayat di atas disebutkan:

"Maka, datangilah tanah tempat bercocok tanammu dengan cara bagaimanapun kamu kehendaki." (Q.s. Al-Baqarah: 223).

Tidak ada suatu perhatian yang melebihi daripada disebutnya masalah dan undang-undang atau peraturannya dalam Al-Qur'anul Karim secara langsung, sebagaimana diterangkan di atas.

Peranan & Hak Istri Dalam Rumah Tangga (Bagian - 1)

Oleh : Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Berbicara mengenai hal ini, ayat Ar-rijalu qawammuna "alan nisa" biasanya dijadikan sebagai salah satu rujukan, karena ayat tersebut berbicara tentang pembagian kerja antara suami-istri. Memahami pesan ayat ini, mengundang kita untuk menggarisbawahi terlebih dahulu dua butir prinsip yang melandasi hak dan kewajiban suami-istri:
  1. Terdapat perbedaan antara pria dan wanita, bukan hanya pada bentuk fisik mereka, tetapi juga dalam bidang psikis. Bahkan menurut Dr. Alexis Carrel salah seorang dokter yang pernah meraih dua kali hadiah Nobel -perbedaan tersebut berkaitan juga dengan kelenjar dan darah masing-masing kelamin. Pembagian harta, hak, dan kewajiban yang ditetapkan agama terhadap kedua jenis manusia itu didasarkan oleh perbedaan-perbedaan itu.
  2. Pola pembagian kerja yang ditetapkan agama tidak menjadikan salah satu pihak bebas dan tuntutan – minimal dari segi moral - untuk membantu pasangannya. Dalam surat Al-Baqarah ayat 228 dinyatakan, "Bagi lelaki (suami) terhadap mereka (wanita/istri) satu derajat (lebih tinggi)."

Derajat lebih tinggi yang dimaksud dalam ayat di atas dijelaskan oleh surat An-Nisa' ayat 34, yang menyatakan bahwa "lelaki (suami) adalah pemimpin terhadap perempuan (istri)." Kepemimpinan untuk setiap unit merupakan hal yang mutlak, lebih-lebih bagi setiap keluarga, karena mereka selalu bersama, serta merasa memiliki pasangan dan keluarga, Persoalan yang dihadapi suami-istri, muncul dari sikap jiwa manusia yang tercermin dari keceriaan atau cemberutnya wajah. Sehingga persesuaian dan perselisihan dapat muncul seketika, tetapi boleh juga sirna seketika dan dimana pun. Kondisi seperti ini membutuhkan adanya seorang pemimpin yang melebihi kebutuhan suatu perusahaan yang sekadar bergelut dengan angka, dan bukannya dengan perasaaan serta diikat oleh perjanjian yang bisa diselesaikan melalui pengadilan. Hak kepemimpinan menurut Al-Quran seperti yang dikutip dari ayat di atas, dibebankan kepada suami. Pembebanan itu disebabkan oleh dua hal, yaitu:

  1. Adanva sifat-sifat fisik dan psikis pada suami yang lebih dapat menunjang suksesnya kepemimpinan rumah tangga jika dibandingkan dengan istri.
  2. Adanya kewajiban memberi nafkah kepada istri dan anggota keluarganya.

Ibnu Hazm - seorang ahli hukum Islam - berpendapat bahwa wanita pada dasarnya tidak berkewajiban melayani suami dalam hal menyediakan makanan, menjahit, dan sebagainya. Justru sang suamilah yang berkewajiban menyiapkan pakaian jadi, dan makanan yang siap dimakan untuk istri dan anak-anaknya. Walaupun diakui dalam kenyataan terdapat istri-istri yang memiliki kemampuan berpikir dan materi melebihi kemampuan suami, tetapi semua itu merupakan kasus yang tidak dapat dijadikan dasar untuk menetapkan suatu kaidah yang bersifat umum.

Sekali lagi perlu digarisbawahi bahwa pembagian kerja ini tidak membebaskan masing-masing pasangan - paling tidak dari segi kewajiban moral - untuk membantu pasangannya dalam hal yang berkaitan dengan kewajiban masing-masing. Dalam hal ini Abu Tsaur, seorang pakar hukum Islam, berpendapat bahwa seorang istri hendaknya membantu suaminya dalam segala hal. Salah satu alasan yang dikemukakannya adalah bahwa Asma, putri Khalifah Abu Bakar, menjelaskan bahwasanya ia dibantu oleh suaminya dalam mengurus rumah tangga, tetapi Asma, juga membantu suaminya antara lain dalam memelihara kuda suaminya, menyabit rumput, menanam benih di kebun, dan sebagainya.

Tentu saja di balik kewajiban suami tersebut, suami juga mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh istrinya. Suami wajib ditaati selama tidak bertentangan dengan ajaran agama dan hak pribadi sang istri. Sedemikian penting kewajiban ini, sampai-sampai Rasulullah Saw. bersabda, "Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seseorang, niscaya akan kuperintahkan para istri untuk sujud kepada suaminya." Bahkan Islam juga melarang seorang istri berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya. Hal ini disebabkan karena seorang suami mempunyai hak untuk memenuhi naluri seksualnya.

Dapat ditambahkan bahwa Rasulullah Saw. menegaskan bahwa seorang istri memimpin rumah tangga dan bertanggung Jawab atas keuangan suaminya. Pertanggungjawaban tersebut terlihat dalam tugas-tugas yang harus dipenuhi, serta peran yang diembannya saat memelihara rumah tangga, baik dari segi kebersihan, keserasian tata ruang, pengaturan menu makanan, maupun pada keseimbangan anggaran. Bahkan pun istri ikut bertanggung jawab - bersama suami - untuk menciptakan ketenangan bagi seluruh anggota keluarga, misalnya, untuk tidak menerima tamu pria atau wanita yang tidak disenangi oleh sang suami. Pada tugas-tugas rumah tangga inilah Rasulullah Saw. membenarkan seorang istri melayani bersama suaminya tamu pria yang mengunjungi rumahnya.

Pada konteks inilah perintah Al-Quran harus dipahami agar para istri berada di rumah.

Firman Allah : waqarna fi buyutikunna (Dan tetaplah tinggal berdiam di rumah kalian) dalam surat Al-Ahzab ayat 33, menurut kalimatnya ditujukan untuk istri-istri Nabi kendati dapat dipahami sebagai acuan kepada semua wanita. Namun tidak berarti bahwa wanita harus terus-menerus berada di rumah dan tidak diperkenalkan keluar, melainkan mengisyaratkan bahwa tugas pokok yang harus diemban oleh seorang istri adalah memelihara rumah tangganya. Kesimpulannya, peranan seorang istri sebagai ibu rumah tangga adalah untuk menjadikan rumah itu sebagai sakan, yakni "tempat yang menenangkan dan menenteramkan seluruh anggotanya." Dan dalam konteks inilah Rasulullah Saw. menggarisbawahi sifat-sifat seorang istri yang baik yakni yang menyenangkan suami bila ia dipandang, menaati suami bila ia diperintah, dan ia memelihara diri, harta, dan anak-anaknya, bila suami jauh darinya.

Sebagai ibu, seorang istri adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, khususnya pada masa-masa balita. Memang, keibuan adalah rasa yang dimiliki oleh setiap wanita, karenanya wanita selalu mendambakan seorang anak untuk menyalurkan rasa keibuan tersebut. Mengabaikan potensi ini, berarti mengabaikan jati diri wanita. Pakar-pakar ilmu jiwa menekankan bahwa anak pada periode pertama kelahirannya sangat membutuhkan kehadiran ibu-bapaknya. Anak yang merasa kehilangan perhatian (misalnya dengan kelahiran adiknya) atau rnerasa diperlakukan tidak wajar, dengan dalih apa pun, dapat mengalami ketimpangan kepribadian.

Rasulullah Saw. pernah menegur seorang ibu yang merenggut anaknya secara kasar dari pangkuan Rasulullah, karena sang anak pipis, sehingga membasahi pakaian Rasul. Rasulullah bersabda, "Jangan engkau menghentikan pipisnya. (Pakaian) ini dapat dibersihkan dengan air tetapi apakah yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa anak ini (akibat perlakuan kasar itu)? Para ilmuwan juga berpendapat bahwa, sebagian besar kompleks kejiwaan yang dialami oleh orang dewasa adalah akibat dampak negatif dari perlakuan yang dialaminya waktu kecil. Oleh karena itu, dalam rumah tangga dibutuhkan seorang penanggung jawab utama terhadap perkembangan jiwa dan mental anak, khususnya saat usia dini (balita). Disini pula agama menoleh kepada ibu, yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki sang ayah, bahkan tidak dimiliki oleh wanita-wanita selain ibu kandung seorang anak.

Optimalkan Sisa Umur Dengan Amal Perbuatan Yang Baik

( Tarbiyah Ruhiyah ke-6 ) Ketika aku terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia, dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah, tetapi hanya mengerjakan amal-amal yang wajib saja, maka aku harus paksakan diriku untuk ... mengerjakan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Seperti itulah ber-mujahadah (optimalisasi) Ingat ! Allah lebih menyukai seorang hamba yang mengerjakan amalan-amalan wajib; dan Allah mencintai hamba-Nya yang mengerjakan amalan-amalan wajib dan sunnah. Namun demikian, amal-amal sunnah tidak boleh membuatku lupa akan kewajiban-kewajibanku kepada Allah, diriku sendiri, keluargaku, dan sesama manusia serta sesama makhluk-Nya. Bahkan aku tidak berhak memaksakan diriku dengan amal-amal sunnah yang di luar kemampuanku. Sebab, sebaik-baik manusia adalah ... yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya.

Jatuhkan Sanksi Pada Diri Sendiri Jika Melakukan Kesalahan/ kelalaian

( Tarbiyah Ruhiyah ke-5 ) Apabila dalam bermuhasabah aku temukan kesalahan, maka sesungguhnya tak pantas bagiku untuk membiarkannya. Sebab, membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudah diriku dalam melakukan kesalahan dan akan semakin sulit bagiku untuk meninggalkannya. Aku harus bisa segera memberikan sanksi kepada diriku sendiri disaat aku sadar telah melakukan kesalahan atau kelalaian dalam memikul tanggung jawab atau meninggalkan kewajiban kepada Allah dan sesama manusia, sehingga aku tidak menyalahi ikrar. Sanksiku harus berupa mengerjakan amal perbuatan yang baik dengan kualitas yang lebih baik dan kwantitas yang lebih banyak; semisal : berupa mengerjakan beberapa rakaat sholat sunnah bila tidak bersilaturrahmi ke tempat ikhwan. Seperti inilah seharusnya aku ber-mu’aqobah (Pemberian Sanksi) !

Menghizab Diri Di Setiap Waktu Sebelum Hari Penghizaban

( Tarbiyah Ruhiyah ke-4 ) Sesungguhnya aku harus selalu menghizab diriku sendiri setiap selesai melakukan amal perbuatan, baik dalam urusan yang besar maupun yang kecil.. Dan di setiap malam hari aku harus melakukan kholwat dengan Allah untuk melihat apa yang akan kupersembahkan di akherat nanti .. Begitulah ber-muhasabah (introspeksi) ! Setiap pagi aku wajib memperbaiki niat, sehingga tujuan tiap amal perbuatanku hanya untuk mendapat ridho Allah, ikhlas-ridho dan terbebas dari riya’. Dan di sore hari aku wajib mengevaluasi atas semua yang telah ku lakukan. Bila amal perbuatanku adalah kebaikan, maka aku harus bersyukur kepada Allah; dan bila bukan kebaikan maka aku wajib bertaubat... menyesal, memohon ampunan, berjanji untuk tidak mengulangi, dan segera kembali ke jalan Allah... serta memohon perlindungan dan husnul khotimah kepada-Nya.

Minggu, April 06, 2008

Merasakan Hadir Nya Allah Di Setiap Waktu

( Tarbiyah Ruhiyah ke-3 ) Sesungguhnya Allah selalu hadir meliputiku.. Di setiap tarikan dan hembusan nafasku.. Di manapun aku berada ! Allah selalu hadir di setiap langkah kaki, Di setiap gerak tangan, otak, akal, pikiran, hati, jiwa, raga, dan Ruh yang diamanahkan-Nya kepadaku... Hadir-Nya meliputi : Di setiap tetes darah yang mengalir dalam tubuh.. Di setiap inchi permukaan kulitku.. Di setiap helai rambutku.. Di setiap sorot tatap mataku.. Di setiap getar suaraku.. Di setiap suara yang masuk ke telingaku..

Di setiap hembusan aroma tubuhku..nafasku..
Di setiap detak denyut jantungku.. Bahkan di setiap bisikan qalbuku.. hatiku.. Oleh karena itu, apapun isi fikiranku.. isi hatiku.. bunyi suaraku, dan amal perbuatan yang kulakukan.. harus merupakan wujud pengabdian (ibadah) ku kepada-Nya... yang tidak lain hanyalah untuk mendapatkan Rindo-Nya, bukan untuk yang selain Allah ! Seperti itulah muroqobah ! Selalu merasakan hadirnya Allah di setiap waktu. Aku wajib laksanakan ketaatan kepada Allah.. Dengan ikhlas (rasa senang) dan ridho (rasa tentram & bahagia). Aku wajib bertaubat.. Menyesali seluruh dosa dan kesalahanku.. Dan meninggalkan larangan-Nya secara total. Aku wajib untuk selalu bersyukur.. Atas segala nikmat Allah. Aku wajib untuk selalu bersabar, ikhlas dan ridho.. Atas segala cobaan/ujian dan ketentuan Allah.

Ingat, Janji yang terikrar 17 kali sehari semalam !

( Tarbiyah Ruhiyah ke-2 ) Sesungguhnya aku telah berjanji kepada Rab ku setiap hari disaat aku berdiri mengucap : · Hanya kepada Engkau kami mengabdi (beribadah) dan Hanya kepada Engkau lah kami meminta pertolongan · Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Ya ! Aku harus berhati-hati, tidak boleh melanggar janjiku karena Allah selalu mengawasiku sekaligus sebagai saksi ku ! Itulah mu’ahadah ( mengingat perjanjian ) ! Aku harus tetap komitmen... Terhadap janji yang selalu ku ikrarkan 17 kali dalam sehari semalam tersebut ! Aku wajib menepati janjiku.. Aku harus meniti tangga.. Menelusuri jalan rohani.. Sebelum Allah (sang Pengawas sekaligus Saksi ku) memanggilku.. untuk menagih janji ku.

HATI-HATI, jalan penuh duri !

( Tarbiyah Ruhiyah ke-1 ) Apa yang ku lakukan saat melewati jalan yang penuh duri ? Aku pasti akan berjalan dengan hati-hati... Dan selalu waspada agar tidak menginjak duri yang menyakitkan ! Seperti itulah taqwa ! Yaitu kepekaan ruhani, kelembutan hati, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan… jalan kehidupan yang penuh dengan godaan, cobaan, ujian, kerakusan dan angan-angan, hawa nafsu dan ego, kekhawatiran dan keraguan, harapan semu dan segala sesuatu yang melalaikan kehidupan ku di akhirat Hawa nafsu dan ego tidak bisa ku halau dengan dalil-dalil.. Dia hanya bisa ku enyahkan Dengan merasakan secara terus menerus hadirnya Allah Yang selalu menyertai ku dimanapun aku berada, baik di kala sepi ataupun di tengah keramaian, baik disaat suka ataupun duka, sakit atupun sehat, muda ataupun tua, berharta ataupun papa, bahagia atapun nestapa.

Sabtu, April 05, 2008

Muhasabah Harian Setiap Muslim

Jawablah dengan YA atau TIDAK, atas pertanyaan-pertanyaan dibawah ini yaitu tentang hal-hal yang perlu kita renungkan, hayati dan kemudian kita amalkan dalam keseharian kita. Selanjutnya Anda sendiri yang bisa menilai dan menyimpulkan kondisi kehidupan spiritual Anda ...

1. Apakah anda setiap hari selalu shalat shubuh berjamaah di masjid ? (bagi ikhwan) 2. Apakah anda selalu menjaga shalat yang 5 waktu berjamaah di masjid ? (bagi ikhwan) 3. Apakah anda hari ini membaca Al-Qur’an? 4. Apakah anda rutin membaca dzikir setelah selesai melaksanakan shalat wajib? 5. Apakah anda selalu menjaga shalat sunnah rawatib sebelum dan sesudah shalat wajib? 6. Apakah anda hari ini khusyu’ dalam shalat, menghayati apa yang anda baca? 7. Apakah anda hari ini mengingat mati dan kubur? 8. Apakah anda hari ini mengingat hari kiamat, segala peristiwa dan kedahsyatannya? 9. Apakah anda telah memohon kepada Allah sebanyak 3 kali agar dimasukkan ke dalam syurga? 10. Apakah anda telah meminta perlindungan kepada Allah sebanyak 3 kali agar diselamatkan dari api neraka? Karena: Barang siapa yang memohon syurga kepada Allah sebanyak 3 kali, Syurga berkata, Wahai Allah! Masukkanlah ia ke dalam syurga, dan barang siapa yang meminta perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka sebanyak 3 kali, Neraka berkata, Wahai Allah! Selamatkan ia dari api neraka. (Shahih Al-Jami’ No. 6151 Jilid 6) 11. Apakah anda hari ini membaca hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? 12. Apakah anda pernah berfikir untuk menjauhi teman-teman yang tidak baik? 13. Apakah anda telah berusaha untuk menghindari banyak tertawa dan bergurau? 14. Apakah anda hari ini menangis karena takut kepada Allah? 15. Apakah anda selalu membaca dzikir pagi dan sore hari? 16. Apakah anda hari ini telah memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang telah anda perbuat? 17. Apakah anda telah memohon kepada Allah dengan benar untuk mati syahid? Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barang siapa yang memohon kepada Allah dengan benar untuk mati syahid, maka Allah akan memberikan kedudukan sebagai syuhada meskipun ia meninggal di atas tempat tidurnya. (HR. Muslim) 18. Apakah anda telah berdo’a kepada Allah agar Ia menetapkan hati anda di atas agama-Nya? 19. Apakah anda telah mengambil kesempatan untuk berdo’a kepada Allah di waktu –waktu yang mustajab? 20. Apakah anda telah membeli buku-buku islam untuk memahami islam? (Tentu dengan memilih buku-buku yang sesuai dengan pemahaman yang diikuti oleh para sahabat Nabi, karena banyak juga buku-buku Islam yang tersebar di pasaran justru merusak pemahaman Islam yang benar). 21. Apakah anda memintakan ampun kepada Allah untuk saudara-saudara mukminin dan mukminah? Karena dengan mendo’akan mereka anda mendapat kebaikan pula. (Shahih Al-Jami’ No. 5902) 22. Apakah anda telah memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat Islam? 23. Apakah anda telah memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat mata, telinga, hati dan segala nikmat lainnya? 24. Apakah hari ini anda telah bersedekah kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan? 25. Apakah anda dapat menahan amarah yang disebabkan karena urusan pribadi dan berusaha untuk marah karena Allah semata? 26. Apakah anda telah berusaha untuk selalu menjauhkan diri dari sikap sombong dan membanggakan diri? 27. Apakah anda telah mengunjungi saudara –saudara seiman dan seagama (ikhlas karena Allah semata)? 28. Apakah anda telah berdakwah untuk keluarga, saudara-saudara, tetangga, dan siapa saja yang yang ada hubungannya dengan diri anda? 29. Apakah anda termasuk orang yang berbakti kepada orang tua? 30. Apakah anda selalu mengucapkan Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Raaji’uun – Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya jika anda mendapat musibah dari Allah? Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hendaklah masing-masing kalian melakukan istirja’ (mengucapkan Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Raaji’uun) pada setiap hal meskipun ketika tali sandalnya putus karena hal itu termasuk musibah. (Hadits hasan, lihat Shahih Al-Kalimut Thayyib No. 140) 31. Apakah anda hari ini mengucapkan do’a: Allahumma Innii A’uudzubika an Usyrikabika wa Anaa A’lam wa Astaghfiruka Limaa laa A’lam – Ya allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sedangkan aku mengetahui dan aku memohon ampunan-Mu terhadap apa-apa yang tidak aku ketahui. (Shahih Al-Jami’ No. 3625). Barang siapa yang mengucapkannya maka Allah akan menjauhkan darinya dari syirik besar dan syirik kecil. 32. Apakah anda selalu berbuat baik kepada tetangga? 33. Apakah anda telah membersihkan hati dari sombong, riya, hasad dan dengki? 34. Apakah anda telah membersihkan lisan anda dari perkataan dusta, mengumpat, mengadu domba, berdebat kusir dan berbuat serta berkata yang tidak ada manfaatnya? 35. Apakah anda selalu takut kepada Allah dalam hal penghasilan, makanan, minuman dan pakaian? 36. Apakah anda selalu bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya di segala waktu atas segala dosa dan kesalahan? Akhi muslim, jawablah pertanyaan-pertanyaan di atas dengan perbuatan nyata, agar engkau mendapat ridla Allah dan menjadi orang-orang yang beruntung di dunia dan di akherat, Insya Allah.

Amalkan Wirid Harian Asmaaul Husnaa

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT memerintahkan kita untuk mengetahui secara mendalam tentang Asmaaul Husnaa, serta memerintahkan untuk berdo'a dan bermohon kepada-Nya dengan menyebut Asmaaul Husnaa. Allah berfirman : "Hanya milik Allahlah Asmaaul Husnaa, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut Asmaaul Husnaa." (Qs. Al-A'raaf:180). Begitupun sabda Rasulullah SAW. : "Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama dan dan barang siapa yang menjaganya maka dia akan masuk ke dalam surga". (HR. Muttafaq Alaih). Sesungguhnya pengetahuan tentang Allah serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya (Asmaaul Husnaa) adalah semulia-mulianya ilmu, karena merupakan sumber segala ilmu. Allah adalah Tuhan segala sesuatu, Pemiliknya dan Penciptanya. Ketika kita tahu, bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Tunggal, tunggal dalam keazalian, kekekalan dan perbuatan-Nya, dan menyadari akan ketidak-mampuan makhluk untuk mencipta walau hanya setitik atom. Dan kita pun tahu, bahwa kita tidak memiliki diri kita sendiri, dan bahwa wujud diri kita adalah bukan milik kita, bukan oleh kita dan bukan pula dari kita. Maka, semoga pengetahuan tentang Allah akan mantap dalam kalbu kita. Dengan demikian, maka akan terhapuslah dalam kalbu kita kerinduan kepada selain-Nya. Sebagaimana juga akan lenyap dalam hati kita perasaan merasa kaya, merasa kuasa untuk mengatur, merasa memiliki dan merasa berkuasa. Maka jadilah Allah sebagai Dzat yang kita sembah dan yang selalu kita ingat setiap waktu. Allah adalah Dzat yang Maha Pencipta, Maha Diraja. Dialah Dzat yang ada dengan sendiri-Nya sejak awal dan azali. Adapun yang selain diri Allah, apapun wujudnya dan apa yang terwujud karenanya, semua itu tidak memiliki peran apa-apa. Semoga, dengan semakin sirna ingatan kita kepada yang selain Allah, maka akan semakin bersih pula makrifah kita kepada Allah. Adapun cara kita berdo’a, memuji dan memohon kepada Allah, Dzat yang Maha Pencipta, Dzat yang kita sembah dan yang selalu kita ingat disetiap tarikan nafas, ada tiga macam cara berdo'a: 1. Memohon kepada Allah dengan menyebut nama-nama dan sifat-Nya. 2. Memohon kepada Allah dengan mengadukan segala keperluan, kefakiran dan kehinaan di hadapan-Nya. 3. Memohon kepada Allah agar dipenuhi seluruh hajat tanpa menyebutkan dua hal diatas. Cara do'a yang pertama lebih sempurna dari yang kedua, sedangkan yang kedua lebih sempurna dari yang ketiga, dan jika ketiga cara dilakukan sekaligus maka cara itulah yang paling sempurna. Dan cara inilah yang biasa dilakukan Rasulullah SAW. Semoga dengan mengamalkan Wirid Harian Asmaaul Husnaa, Allah SWT memberikan hidayah-Nya bagi kita dan menjadikan diri kita sebagai orang-orang yang disayang Allah, sehingga Allah SWT senantiasa meridhoi kita, terlebih lagi pada hajjat yang kita munajatkan kepada-Nya dengan penuh keikhlasan dan berserah diri... Amin, Yaa Rabbal’aalamiin.

Dzikir, Ruh Ibadah

Hanya Allah sajalah Dzat yang kita sembah dan yang sudah seharusnya selalu kita ingat setiap waktu, di setiap hembusan dan tarikan nafas kita (Dzikrullah Tauhidillah). Semoga, dengan semakin sirna ingatan kita kepada yang selain Allah, maka akan semakin bersih pula makrifah kita kepada Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu, serta berbangga - bangga tentang banyaknya harta dan anak, bagaikan hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras, dan ada ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. [QS. Al Hadiid (57) : 20]. Dan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. [QS. Al A’laa (87) : 17]. Sudah siapkah kita menuju akhirat ? Akhirat itu masih lama ataukah sudah dekat ? Sudah dekat kepada manusia hari perhitungan segala amalan mereka (Hari Kiamat), sedang mereka berada dalam kelalaian dan tidak menghiraukannya. [QS. Al Anbiyaa’ (21): ] Ya, sudah dekat bila kita mengingat kembali fase-fase hidup manusia sbb : 1. Awalnya belum berbentuk, dari sang Pencipta 2. Proses penciptaan (Alam Rahim), 3. Hidup & beramal (Alam Dunia), 4. Mati & menunggu (Alam Barzah), begitu dibangunkan/ dibangkitkan langsung ke fase Akhirat, 5. Menuai hasil (Alam Akhirat), 6. Akhirnya kembali ke sang Pencipta Fase 1 : Belum Bisa Disebut Bukankah telah datang atas manusia suatu fase dari perjalanan waktu, dimana ketika itu dia belum merupa-kan sesuatu yang bisa disebut? [QS. Al Insaan (76): 1] Fase 2 : Di Dalam Rahim Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [QS. Ali Imran (3): 6] Fase 3 : Di Dunia Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. [QS. Al Hajj (22) : 5] Fase 4 : Di Alam Barzakh (Demikianlah orang-orang kafir itu) hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal saleh yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding (BARZAKH) sampai hari mereka dibangkitkan. [QS. Al Mukminuun 100] Fase 5 : Di Alam Akhirat Maka Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. [QS. Ali Imran (3) : 148] Fase 6 : Kembali kepada Allah Allah-lah yang memulai penciptaan (manusia), kemudian mengulanginya (menghidupkan) lagi; kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan. [QS. Ar Ruum (30) : 11] Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. [QS. Az Zukhruf (43): 14] Sudah siapkah Kita menyongsong kematian kita ? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[QS. Al Munaafiqun (63) : 11] Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri. [QS. Ali Imran (3) : 102] Dengan demikian, akhirat lebih baik dan lebih kekal sedangkan dunia adalah sarana untuk mencapai akhirat. Caranya ? Dengan beribadah sebanyak-banyaknya. Nah, sekarang... sudah seberapa banyakkah ibadah yang telah kita lakukan ? Apakah hidup kita benar-benar selalu kita isi dan penuhi dengan perbuatan baik (amal soleh)yang bermanfaat dan menjadi rahmat bagi sesama makhluk Nya di alam semesta ini (rahmattanlilalaamin) sebagai wujud pengabdian (ibadah) kita kepada Nya ? Jadi, apakah sebenarnya ruh ibadah kita ? Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. [QS. Adz Dzariyat (51): 56] Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. [QS. Al Ahzab (33) : 41-43] Dan berdzikirlah kepada Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [QS. Al A’raaf (7): 205] Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku… [QS. Thaahaa (20): 14] Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang.[QS. Qaaf (50): 40] Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak menyadari tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. [QS’ Al Israa’ (17): 44] Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. [QS. An Nisaa’ (4): 103] Jadi, Ruh Ibadah adalah Dzikir. Dan Fungsi Dzikir tidak lain adalah : · Istighfar, Astaghfirullahal ‘adzim : Membersihkan jiwa · Bertasbih, Subhanallah : Mengagungkan ke-Maha Suci-an Allah · Bertahmid, Alhamdulillahi rabbil ‘alamin : Bersyukur kepada Allah · Bertakbir, Allahu akbar : Membesarkan Allah · Bertahlil, Laa ilaaha illallah : Mentauhidkan Allah Namun, apakah selama ini dalam berdzikir kita sudah bisa merasakan dzikir kita, bisa mencapai relaksasi (kulit dan hati menjadi tenang), dan ‘Bertemu’ Allah dalam dzikir ? Atau bahkan kita sudah bisa menikmati dzikir kita dengan rasa senang (ikhlas), mencapai ketentraman (ridho), dan ‘Bertemu’ Allah di setiap waktu... di setiap tarikan dan hembusan nafas ? Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa lagi berulang-ulang, bergetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu berdzikir kepada Allah... [Qs. Az zumar (39): 23] Maka berdzikirlah (ingatlah) kepada Ku, supaya aku ingat pula kepadamu. Dan bersyukurlah kepadaku, dan janganlah menjadi orang yg tidak tahu berterima kasih. [(QS. Al Baqarah (2) : 152 ] Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. [QS. Al Baqarah (2): 186] Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan bertemu Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. [QS. Al Baqarah (2): 45-46] Semoga dengan mengamalkan Dzikir dan Doa, Allah SWT memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya bagi kita dan menjadikan diri kita sebagai orang-orang yang disayang Allah, sehingga Allah SWT senantiasa meridhoi kita, terlebih lagi meridhoi permohonan dan do’a yang kita munajatkan kepada-Nya di setiap usai Sholat Fardhu kita yang penuh dengan keikhlasan dan berserah diri.... Amin, Yaa Rabbal’aalamiin.